Kamis, 14 Agustus 2008

PETUAH DARI ORANG (tak) SEKOLAH

Dari kejauhan di sana. Masa-masa kecil yang penuh
keceriaan, canda, dan kasih orang tua, sanak sodara,
dan tentangga yang ingin mencubit pipi Hendrijanto muda
ketika bertemu dengannya (He...maap, karena Hendrijanto
muda memang anak yang Imoet). Ada keinginan yang kuat
dari Hendrijanto muda kala itu untuk belajar dan belajar.
(He....bukankah belajar itu memang “minal mahdi ila
lahdi”).

Hendrijanto muda mulai terusik dari lamunan, manakala
ingat perkataan Ustadz kampoengnya tentang salah satu
kemuliaan ilmu bahwa “Ilmu adalah sebaik-baik
perbendaharaan dan yang paling indah. ia ringan
dibawa, namun besar manfaatnya. di tengah-tengah
orang banyak ia indah, di dalam kesendirian ia
menghibur”.

Keadaan itupun didukung oleh orang tua, bukan lantaran
Ibunya tidak lulus PT, kemudian tidak menyekolahkan
anaknya. Namun ada yang Hendrijanto muda salutkan dari
Ibunya, yaitu menginginkan semua anak-anaknya untuk
tetap sekolah dan mencari ilmu. Dan Ibunya selalu
berpesan “Perhatikanlah orang yang memberikan
nasihat kepadamu. seandainya dia memulainya dari sisi
yang merugikan orang banyak, maka janganlah engkau
menerima nasihatnya dan berhati-hatilah darinya. akan
tetapi, jika dia memulainya dari sisi keadilan dan
kebaikan (orang banyak), maka terimalah nasehat
itu”. begitulah ingatan Hendrijanto muda, mengingat
ketika Ibunya memberikan cuplikan petuah dari Imam Ali
RA”

Ada kegelisahan tentang yang beliau sampaikan masa itu
dengan, keadaanku sekarang ini. Tapi setelah Hendrijanto
muda selami ternyata memang ada benarnya meskipun kita
mendapat nasihat atau perintah dari atasan kita
sendiri misalnya, jika perintah itu jauh dari koridor
yang kita inginkan tentu kita juga tidak akan
menerimanya.
Dua puluh lima tahun-an yang silam, tibalah saatnya
Hendrijanto muda harus berangkat ke habitat dimana ilmu
yang ia inginkan berada. Ya, tempat itu bernama
penjara bagi orang yang menginginkan kebebasan, dan
surga bagi yang betul-betul menginginkan belajar ilmu
seperti Hendrijanto muda kala itu. “Pondok Pesantren”
tepatnya tempat yang ia tuju.

Setiap hal dan banyak hal yang ingin Hendrijanto muda
ingat selama ini ada seseorang di balik kedewasannya.
Ya ............ .... Beliau adalah sang Ibunda, meski
”tidak bersekolah” dan tidak lulus PT tapi Hendrijanto muda
sekali lagi salut dan patuh akan petuah-petuahnya.
Beliau-lah yang banyak memberi warna dalam kehidupan,
yang bisa diartikan Beliau adalah sekolah pertama yang
memang harus dijalani oleh Hendrijanto muda, sebelum
memasuki penjara yang bernama “sekolah”.
Huuuaah..... .......

Namun mengingat keterbatasan waktu, harus Hendrijanto muda
akhiri ............ .(He...he. ...ayo bantu Hendrijanto
yang sekarang beranjak “dewasa” mengingat masa
kecilnya)..

Tidak ada komentar: